Sejarah Pencucian Uang

Masalah pencucian uang ini, sebenarnya telah lama dikenal. Dalam sejarah hukum bisnis munculnya money laundering dimulai dari negara Amerika Serikat s

Sejarah Pencucian Uang

Aksara Hukum
- Pada artikel berikut akan dibahas mengenai sejarah pencucian uang atau money laundering yang berwal dari proses perbuatan pidana yang kemudian harta kekayaan dari hasil kejahatan tersebut disembunyikan atau disamarkan menjadiseolah-olah harta kekayaan yang sah.

secara etimologis money laundering terdiri dari kata money yang berarti uang dan laundering yang berarti pencucian. Jadi yang dimaksud dengan money laundering adalah pencucian uang bahasa inggris.

Financial Action Task Forceon Money Laundering (FATF) menyebutkan bahwa:  Money laundering adalah proses menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul hasil kejahatan. Proses tersebut untuk kepentingan penghilangan jejak sehingga memungkinkan pelakunya menikmati keuntungan-keuntungan itu dengan tanpa mengungkap sumber perolehan.

Masalah pencucian uang ini, sebenarnya telah lama dikenal. Dalam sejarah hukum bisnis munculnya money laundering dimulai dari negara Amerika Serikat sejak tahun 1830. Pada waktu itu banyak orang yang membeli perusahaan dengan uang hasil kejahatan (uang panas) seperti hasil perjudian, penjualan narkotika, minuman keras secara illegal dan hasil pelacuran. 

Namun istilah money laundering baru muncul ketika Al Capone, salah satu mafia besar di Amerika Serikat, pada sekitar Tahun 1930-an Al Capone dan Gang Mafia lainnya melakukan perbuatan menyembunyikan hasil kejahatannya (perjudian, prostitusi, pemerasan, dan penjualan gelap minuman keras). 

Baca juga : 

Konsep Tindak Pidana Pencucian Uang

Tahapan Pencucian Uang

Untuk mengelabuhi pemerintah, para mafia mendirikan perusahaan binatu (landromat), untuk mencampur hasil kejahatan mereka sehingga tidak dicurigai terlibat kejahatan. Disinilah merupakan awal inspirasi yang pada akhirnya melahirkan istilah money laundering.

Walau demikian, AI Capone tidak dituntut dan dihukum dengan pidana penjara atas kejahatan tersebut, akan tetapi lebih karena telah melakukan penggelapan pajak. Selain Al Capone, terdapat juga Meyer Lansky, mafia yang menghasilkan uang dari kegiatan perjudian dan menutupi bisnis ilegalnya itu dengan mendirikan bisnis hotel, lapangan golf dan perusahaan pengemasan daging. 

Uang hasil bisnis ilegal ini dikirimkan ke beberapa bank-bank di Swiss yang sangat mengutamakan kerahasiaan nasabah, untuk didepositokan. Deposito ini kemudian diagunkan untuk mendapatkan pinjaman yang dipergunakan untuk membangun bisnis legalnya. 

Berbeda dengan Al Capone, Meyer Lansky justru terbebas dari tuntutan melakukan penggelapan pajak, tindak pidana termasuk tindak pidana pencucian uang yang dilakukannya.

Istilah money laundering sebagai sebutan sebenarnya belum lama dipakai. Penggunaan pertama kali dipakai pada surat kabar dikaitkan dengan pemberitaan mengenai skandal Watergate di Amerika Serikat pada tahun 1973, sedangkan dalam konteks pengadilan atau hukum, penggunaan istilah money laundering muncul pertama kali pada tahun 1982 dalam suatu perkara US $ 4,255,625.39 (1982) 551 F Supp.314. Kasus tersebut menyangkut denda terhadap pencucian uang hasil penjualan kokain Colombia. Sejak itu, istilah tersebut telah diterima dan digunakan secara luas di seluruh dunia. 

Kemudian istilah ini populer pada tahun 1984, tatkala Interpol mengusut pemutihan uang mafia Amerika Serikat yang terkenal dengan Pizza Connection yang menyangkut dana sekitar US $ 600 juta, yang ditransfer melalui serangkaian transaksi finansial yang rumit ke sejumlah Bank di Swiss dan Italia. Transfer tersebut dengan menggunakan restoran-restoran pizza yang tersebar luas di seluruh Amerika Serikat sebagai sarana usaha untuk mengelabui sumber dana. 

Dunia internasional bersepakat melarang kejahatan yang berhubungan dengan narkotika dan Pencucian Uang. Kesepakatan ini dituangkan dalam sebuah konvensi the United Nation Convention Against Illicit Trafic in Narcotics, Drugs and Psychotropic Substances of 1988, yang biasa disebut dengan the Vienna Convention, disebut juga UN Drug Convention 1988 yang mewajibkan para anggotanya untuk menyatakan pidana terhadap pelaku tindakan tertentu yang berhubungan dengan narkotika dan money laundering.

Dalam perkembangannya, proses yang dilakukan lebih kompleks lagi dan sering menggunakan cara mutakhir sedemikian rupa sehingga seolah-olah uang yang diperoleh benar-benar alami. Karena itu, wajar jika dalam The National Money Laundering Strategy for 2000 yang merupakan blueprint Amerika Serikat dalam upaya menanggulangi money laundering telah dikemukakan bahwa money laundering itu relatif mudah untuk diucapkan, akan tetapi sulit dilakukan investigasi dan penuntutan. Khususnya, seseorang yang melakukan sebuah transaksi keuangan dengan ketentuan bahwa dana atau kekayaan yang dilakukan transaksi itu adalah hasil kejahatan.

Sifat money laundering menjadi universal dan menembus batas-batas yurisdiksi negara, sehingga masalahnya bukan saja bersifat nasional, tetapi juga masalah regional dan internasional. Praktik money laundering bisa dilakukan oleh seseorang tanpa harus, misalnya ia bepergian ke luar negeri. Hal ini bisa dicapai dengan kemajuan teknologi informasi melaui sistem cyber space (internet), di mana pembayaran dilakukan melalui bank secara elektronik (cyber payment). Begitu pula seseorang pelaku money laundering bisa mendepositokan uang kotor (dirty money, hot money) kepada suatu bank tanpa mencantumkan identitas, seperti halnya berlaku di negara Austria.

Upaya lain yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana pencucian uang untuk mencuci harta hasil kejahatan selain ke dalam sistem keuangan (financial system) terutama ke dalam sistem perbankan (banking system), juga melalui penyedia barang dan/atau jasa lain dan juga penggunaan profesi sebagai gatekeeper.

Tindakan pencucian uang melalui penyedia barang dan/atau jasa lain dapat berupa pembelian aset berharga seperti rumah mewah, mobil mewah, emas batangan, permata, dan lain-lain baik untuk investasi maupun untuk dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau pihak lain.

Selain memanfaatkan lembaga keuangan, para pencuci uang juga memanfaatkan profesi-profesi tertentu di mana hubungan antara profesi tersebut dengan kliennya dilindungi kerahasiaannya olch undang-undang atau kode etik. Hasil riset tipologi dan kasus-kasus tindak pidana pencucian uang mencuat ke permukaan, menunjukkan bahwa profesi-profesi tertentu seperti solicitors, attorneys, accountants financial advisor, notaries dan fiduciaries lainnya dimanfaatkan oleh para pelaku pencucian uang untuk mengaburkan asal-usul uang atau dana yang sejatinya berasal dari tindak pidana.

Jasa layanan yang diberikan profesi tersebut dimanipulasi oleh para pelaku pencucian uang untuk menyembunyikan identitas pelaku dan menyalurkan keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana. Lazimnya, kiat yang digunakan adalah dengan menggunakan rekening para solicitors atau attorneys untuk melakukan penempatan dana melalui tahap placement dan layering, misalnya pada bank, dengan cara menawarkan anonimitas hal istimewa hubungan antara solicitor dan kliennya (the anonymity of the solicitor client privilege).

Dalam hubungan yang sama, pengacara atau akuntan biasanya mendirikan perusahaan-perusahaan gadungan untuk membangun jaringan yang semakin kompleks dan rumit dengan maksud menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul dana hasil kejahatan dan sekaligus menyembunyikan identitas pihak-pihak yang terkait.

Sumber: Yunus Husein dan Roberts K, 2018, Tipologi dan Perkembangan Tindak Pidana Pencucian Uang, PT. RajaGrafindo Persada, Depok.

Demikianlah pembahasan mengenai Sejarah Pencucian Uang. Terima kasih.

Post a Comment