BANTUAN HUKUM
Aksara Hukum - Sebelum di undangkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, maka di dalam Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok
Kekuasaan Kehakiman telah mengatur tentang bantuan hukum sebagaimana tertuang
di dalam pasal 35 sampai dengan pasal 38.
Di dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 telah memungkinkan bahwa bantuan hukum itu dapat diperoleh sejak adanya penangkapan atau penahanan.
Yaitu sebagaimana menurut Pasal 37 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman,
bahwa setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum.
Maka dalam memperoleh bantuan hukum menurut Pasal 38 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman,
bahwa “dalam perkara pidana seorang tersangka sejak saat dilakukan penangkapan
dan/atau penahanan berhak menghubungi dan meminta bantuan advokat”.
Penasihat hukum/advokat di dalam memberikan bantun
hukum menurut Pasal 39 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, menyatakan, dalam memberi bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, advokat
wajib membantu penyelesaian perkara dengan menjunjung tinggi hukum dan
keadilan.
Jadi bantuan hukum dapat merupakan suatu asas yang
penting, bahwa seseorang yang terlibat dalam suatu perkara pidana berhak untuk
memperoleh bantuan hukum, guna mendapatkan sewajarnya kepadanya.
Demikian pula
pentingnya bantuan hukum ini, adalah untuk menjamin perlakuan yang sesuai
dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia, maupun demi dilaksanakannya
hukum sebagaimana mestinya.[1]
Istilah
penasihat hukum dan bantuan hukum adalah istilah baru. Sebelumnya dikenal
istilah pembela, advokat, procureur
(pokrol), dan pengacara. Istilah penasihat hukum dan bantuan hukum memang lebih
tepat dan sesuai dengan fungsinya sebagai pendamping tersangka atau terdakwa
dalam pemeriksaan daripada istilah pembela.[2]
Pengertian bantuan hukum yang lingkup kegiatannya cukup luas juga ditetapkan oleh Lokakarya Bantuan Hukum Tingkat Nasional tahun 1978 yang menyatakan bahwa bantuan hukum merupakan kegiatan pelayanan hukum yang diberikan kepada golongan tidak mampu (miskin) baik secara perorangan maupun kepada kelompok-kelompok masyarakat secara kolektif.[3]
Terhadap orang
yang dapat memberikan bantuan hukum kepada tersangka/terdakwa disebut penasihat
hukum, sedangkan pengertian penasihat hukum menurut Pasal 1 angka 13 KUHAP,
yaitu seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasar
undang-undang untuk memberi bantuan hukum.
1. Pengertian Bantuan Hukum
Pengertian bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum. Dapat juga dikatakan bahwa bantuan hukum adalah suatu pemberian bantuan hukum dalam bentuk hukum, kepada tersangka/terdakwa oleh seorang ahli hukum/penasihat hukum/advokat, guna memperlancar penyelesain perkara.Pengertian bantuan hukum yang lingkup kegiatannya cukup luas juga ditetapkan oleh Lokakarya Bantuan Hukum Tingkat Nasional tahun 1978 yang menyatakan bahwa bantuan hukum merupakan kegiatan pelayanan hukum yang diberikan kepada golongan tidak mampu (miskin) baik secara perorangan maupun kepada kelompok-kelompok masyarakat secara kolektif.[3]
Demikian pula pengertian bantuan
hukum menurut Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Advokat, bahwa bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Advokat
secara cuma-cuma kepada Klien yang tidak mampu.[4]
Untuk lebih memahami definisi bantuan hukum, akan
diuraikan juga pengertian bantuan hukum menurut para ahli.
Menurut Zulaidi, bantuan hukum berasal dari istilah legal asisstance dan legal
aid. Legal aid biasanya digunakan untuk pengertian bantuan
hukum dalam arti sempit berupa pemberian jasa dibidang hukum kepada orang yang
terlibat dalam suatu perkara secara cuma-cuma atau gratis bagi mereka yang tak
mampu (miskin). Sehingga, dapat diartikah bahwa legal aid adalah bantuan hukum
untuk masyarakat miskin.
Sedangkan legal
assistance adalah istilah yang dipergunakan untuk menunjukan pengertian
bantuan hukum kepada mereka yang tidak mampu, yang menggunakan honorium.
Clarence J. Dias menggunakan istilah legal service yang diartikan dengan pelayanan hukum. Pelayan
hukum adalah langkah-langkah yang diambil untuk menjamin agar operasi sistem
hukum di dalam kenyataannya tidak akan menjadi diskriminatif sebagai adanya
perbedaan tingkat penghasilan, kekayaan, dan sumber daya lain yang dikuasai
oleh individu dalam masyarakat.
Menurut Adnan Buyung Nasution, pengertian bantuan
hukum adalah sebuah program yang tidak hanya merupakan aksi kulural akan tetapi
juga sebagai aksi struktural yang diarahkan pada perubahan tatan masyarakat
yang lebih mampu memberikan nafas yang nyaman bagi golongan mayoritas. Oleh
karena itu, bantuan hukum bukanlah masalah yang sederhana, ia merupakan
rangkaian tindakan guna membebaskan masyrakat dari belenggu struktural poleksos
yang serat dengan penindasan. Demikianlah pengertian bantuan hukum menurut para
ahli.[5]
Baca Juga : Sejarah Bantuan Hukum
2. Dasar Hukum Bantuan Hukum
Adapun dasar hukum dari bantuan hukum adalah :- Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat
- Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
- Pasal 56 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
- BAB VII Bantuan Hukum, Pasal 69 - Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP
3. Pemberian Bantuan Hukum
Pemberian bantuan hukum menurut Keputusan Mahkamah Agung No. 5 KMA/1972 tanggal 22 Juni 1972, yaitu:- Pengacara (advokat/procureur), yaitu mereka yang sebagai mata pencaharian menyediakan diri sebagai pembela dalam perkara pidana atau kuasa/wali dari pihak-pihak dalam perkara perdata dan yang telah mendapat surat pengangkatan dari Departemen Kehakiman.
- Pengacara praktik, yaitu mereka yang sebagai mata pencaharian (beroep) menyediakan diri sebagai pembela atau kuasa/wakil dari pihak-pihak yang berpekara, akan tetapi tidak termasuk dalam golongan tersebut diatas.
- Mereka yang karena sebab-sebab tertentu secara insidental membela atau mewakili pihak-pihak yang berpekara.
4. Tujuan Pemberian Bantuan Hukum
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI No. 02.UM.09.08 Tahun 1980 tentang Petunjuk Pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum, dalam konsiderannya, tujuan pemberian bantuan hukum itu adalah dalam rangka pemerataan kesempatan memperoleh keadilan perlu adanya pemerataan bantuan hukum khusus bagi mereka yang tidak atau kurang mampu.Sehingga di dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2003 tentang Advokat, ditegaskan bahwa Advokat wajib memberikan
bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu.
Jadi, sasaran bantuan hukum ini adalah
mereka/anggota masyarakat yang tidak atau kurang mampu. Oleh karena itu,
pemberian bantuan hukum ini diselenggarakan melalui badan peradilan umum (Pasal
1 ayat (1) Keputusan Menkeh RI No. N. 02.UM.09.08 Tahun 1980).
Bantuan hukum menurut Pasal 1 ayat (2) Keputusan
Menkeh RI No. N. 02.UM.09.08 Tahun 1980, bahwa yang tidak/kurang mampu dalam
perkara pidana, yang diancam dengan pidana:
a. Lima tahun penjara atau lebih, seumur hidup atau pidana mati.
b. Kurang dari lima tahun, tetapi perkara tersebut menarik perhatin masyarakat luas.
Demikian pula dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2011 tentang Bantuan Hukum, Pasal 3, penyelenggaraan tujuan bantuan hukum untuk:
a. Lima tahun penjara atau lebih, seumur hidup atau pidana mati.
b. Kurang dari lima tahun, tetapi perkara tersebut menarik perhatin masyarakat luas.
- Menjamin dan memenuhi hak bagi penerima Bantuan Hukum untuk mendapatkan akses keadilan.
- Mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum.
- Menjamin kepastian penyelengaraan bantuan hukum dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; dan mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan.[6]
5. Kewajiban Negara dalam Menyediakan Bantuan Hukum
Sebagai salah satu wujud kewajiban negara untuk melindungi warga negaranya maka negara mestinya juga memiliki kepedulian bagi warga negaranya yang tersangkut dalam perkara dan tidak memiliki kemampuan untuk membela kepentingannya seorang diri.Selanjutnya, Pasal 28 I ayat (4) Undang-Undang Dasar
1945 berbunyi: “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi
manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerinta.”
Ketentuan ini mengamanatkan bahwa pemberian bantuan
hukum merupakan hak setiap warga negara yang harus dijamin dan difasilitasi
pemerintah. Implementasi ketentuan tersebut lebih dipertegas lagi dalam
peraturan perundang-undangan republik Indonesia, mulai dari Undang-Undang Nomor
4 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman (Pasal 37-40), Undang-Undang Nomor 8 Tahun1981 atau KUHAP (Pasal 54, 69-74),
hingga Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003
tentang Advokat yang telah disahkan pada tanggal 5 April 2003 sekalipun masih
meninggalkan banyak persoalan.[9]
Menurut Pasal 37 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004,
bahwa “Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum”.
Kemudian, menurut
Pasal 38 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2001,
bahwa “Dalam perkara pidana seorang tersangka sejak saat dilakukan penangkapan
dan/atau penahanan berhak menghubungi dan meminta bantuan advokat”.
Selanjutnya, menurut Pasal 38
Undang-Undang Nomor
4 Tahun 2004, bahwa “Dalam memberi bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37, advokat wajib membantu penyelesaian perkara dengan
menjunjung tinggi hukum dan keadilan.
Adapun menurut Pasal 56
KUHAP, bahwa apabila tersangka atau terdakwa dalam hal ini telah dipersangkakan
atau didakwa melakukan tindak pidana, yaitu:
Ayat (1) Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka.
Ayat (2)
Setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma-cuma.
Berdasarkan
uraian di atas, maka tersangka atau terdakwa berhak untuk
didampingi seorang penasihat
hukum/advokat, namun dalam hal apabila tersangka/terdakwa tidak mampu membiayai
jasa atau pembayaran honorarium atas pemberian bantuan hukum kepada penasihat
hukum/advokat tersebut, maka pengadilan segera menunjuk dan meminta kepada tersangka/terdakwa untuk mendapatkan
surat keterangan miskin atau kurang mampu dari kepala desa dan diketahui
oleh camat (Pasal 2 ayat (2) Keputusan Menkeh RI No. N.02.UM.09.08 Tahun 1980).
Sehingga, biaya pendampingan hukum dapat diperoleh secara cuma-cuma oleh
penerima bantuan hukum.
Untuk pemberian
bantuan hukum sebagaimana dimaksud di atas, maka ketua majelis hakim segera
berkonsultasi dengan ketua pengadilan negeri, selanjutnya ketua majelis hakim
menunjuk seorang atau lebih pemberi bantuan hukum. Penunjukan ini ditetapkan
dengan surat penetapan ketua majelis hakim, yang mengadili perkara tersebut.
Pemberi bantuan
hukum yang ditunjuk untuk mendampingi tersangka/terdakwa harus dikenal dan
mempunyai nama baik, yang dapat memberikan bantuan hukum atau jasa-jasanya
secara cuma-cuma (prodeo).
Jasa yang dapat
diberikan dalam pemberian bantuan hukum ini kepada pemberi bantuan hukum hanya
sekadar memperoleh imbalan jasa untuk penggantian ongkos jalan, biaya administrasi,
dan lain sejenisnya.
6. Tata Cara atau Prosedur Pemberian Bantuan Hukum
Dalam pemberian bantuan hukum adalah merupakan hak-hak tersangka/terdakwa untuk memperoleh bantuan hukum, sebagaimana di dalam KUHAP dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, sebagai berikut:Ayat (1) Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka.
Apabila tidak ada, dapat ditunjuk pemberi bantuan hukum yang berdomisili dalam daerah hukum pengadilan yang terdekat atau dalam wilayah hu- kum pengadilan tinggi yang bersangkutan (Pasal 3 Keputusan Menkeh. RI No. N.02.UM.09.08 Tahun 1980).[10]
7. Syarat Penerima Bantuan Hukum
Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum ayat (1) Penerima Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) meliputi setiap orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri. Kemudian ayat (2) Hak dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak atas pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha, dan/atau perumahan.8. Lembaga Bantuan Hukum
Lembaga Bantuan Hukum adalah suatu organisasi yang memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma atau gratis kepada masyarakat tidak mampu. Singkatan LBH berasal dari Lembaga Bantuan Hukum untuk mempersingkat peyebutan lembaga ini.9. Contoh Bantuan Hukum
Contoh bantuan hukum adalah jasa pengacara gratis, jasa pengacara gratis dapat berupa mendampingi klien baik secara litigasi maupun non litigasi. Selain itu, bantuan hukum juga dapat berupa konsultasi gratis atas masalah hukum. Konsultasi pengacara gratis apabila masyarakat tersebut tidak mampu atau miskin.10. Jenis-Jenis Bantuan Hukum
Jenis bantuan hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum dapat berbagai macam. Misalnya, jasa hukum yang bisa diberikan oleh advokat antara lain, konsultasi, pembuatan surat kuasa atau surat gugatan, pendampingan hukum, serta memberikan bantuan hukum litigasi dan non litigasi. Bantuan hukum bagi masyarakat miskin seperti dijelaskan di atas adalah gratis atau cuma-cuma, sehingga setiap masyarakat tidak mampu dapat memperoleh bantuan hukum.bantuan hukum diberikan oleh pemberi bantuan hukum harus sesuai dengan peraturan perundang-udangan yang berlaku. Agar nantinya pemberian bantuan hukum dapat dilaksanakan secara maksimal.
[1] Andi Sofyan dan Abd. Asis, Hukum Acara Pidana, (Jakarta : Kencana Prenamedia Group, 2014), hlm. 114-115.
[2] Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Sapta Artha Jaya, 1996), hlm. 89
[3] H. Bambang Sunggono dan Aries Harianto, Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia, (Bandung: Mandar Maju, 2009), hlm. 7-8.
[4] Andi Muhammad Sofyan dan Abd. Asis, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, (Jakarta: Kencana, 2017), hlm. 109-110.
[5] Yesmil Anwar dan Adang, Sistem Peradilan Pidana,Widya Padjadjaran, 2011, hlm. 246-248.
[6] Andi Muhammad Sofyan dan Abd. Asis, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, (Jakarta: Kencana, 2017), hlm. 113-114.
[7] Mustika Prabaningrum Kusumawati, Peranan dan Kedudukan Lembaga Bantuan Hukum Sebagai Access To Justice Bagi Orang Miskin, Arena Hukum. Vol. 9, No. 2, 2016, hal. 195. (https://arenahukum.ub.ac.id/index.php/arena/article/view/241/232, diakses 31 Agustus 2019)
[8] Ibid., hlm. 200
[9] Al. Wisnubroto dan G. Widiartana, Pembahuruan Hukum Acara Pidana, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005), hlm. 57-58.
[10] Andi Sofyan dan Abd. Asis, Hukum Acara Pidana, (Jakarta : Kencana Prenamedia Group, 2014), hlm. 116-118.
Post a Comment