Pembahasan Tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit |
Pembahasan Tentang Tindak Pidana
A. Pengertian Tindak Pidana Atau Strafbaar Feit
Istilah tindak pidana digunakan untuk menyebut Strafbaar Feit. Kata feit dalam bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu kenyataan”, sedangkan kata strafbaar berarti “dapat dihukum”. Sehingga, secara harfia istilah strafbaar feit dapat diterjemahkan sebagai “sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum”.
Yang menurut P.A.F. Lamintang dan Franciscus Theojunior Lamintang hal tersebut tidak tepat, karena kita ketahui bahwa yang dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan ataupun tindakan.
Selain istilah tindak pidana yang digunakan untuk terjemahan strafbaar feit, juga digunakan istilah perbuatan pidana dan delik oleh beberapa pakar di Indonesia sebagai terjemahan dari strafbaar feit itu.
Pengertian tindak pidana dalam KUHP tidaklah dirumuskan, maka dari itu, perlu terlebih dahulu kita mengetahui bagaimana pengertian tindak pidana menurut para ahli.
Hazewinkel-Suringa sebagaimana dikutip oleh P.A.F. Lamintang dan Franciscus Theojunior Lamintang, mengatakan bahwa strafbaar feit sebagai “suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak di dalam suatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat di dalamnya”.
Prof. Pompe sebagaimana dikutip oleh P.A.F. Lamintang dan Franciscus Theojunior Lamintang, mengatakan bahwa strafbaar feit sebagai “suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, di mana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum”.
Prof Simons sebagaimana dikutip oleh P.A.F. Lamintang dan Franciscus Theojunior Lamintang, merumuskan strafbaar feit sebagai “tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum”.
Enschede sebagaimana dikutip oleh Eddy O.S Hiariej, yang memberi pengertian strafbaar feit sebagai “kelakuan manusia yang memenuhi rumusan delik, melawan hukum dan dapat dicela”.
Jonkers sebagaimana dikutip oleh Eddy O.S Hiariej, memberikan pengertian strafbaar feit dalam arti singkat dan luas. Dalam arti singkat “perbuatan pidana adalah suatu perbuatan yang menurut undang-undang dapat dijatuhi pidana”. Dalam arti luas “perbuatan pidana adalah suatu perbuatan dengan sengaja atau alpa yang dilakukan dengan melawan hukum oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan.
Adapun pengertian tindak pidana menurut Moeljatno yang menggunakan istilah perbuatan pidana, bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larang mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
Atau juga menurut beliau, bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan, (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkannya kejadian itu.
Pengertian tindak pidana atau strafbaar feit menurut para ahli sebagaimana dikemukan diatas memiliki pengertian masing-masing yang berbeda. Ada yang menyatukannya dengan pertanggungjawaban pidana dan ada yang memisahkan perbuatan pidana dengan pertanggungjawaban pidana seperti Moljatno.
Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa pengertian tindak pidana adalah suatu perbuatan yang diancam pidana oleh ketentuan hukum pidana.
B. Unsur-Unsur Tindak Pidana
Elemen atau unsur-unsur tindak pidana menurut Moeljatno adalah sebagai berikut:
1. kelakuan dan akibat (sama dengan perbuatan).
2. hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan.
3. keadaan tambahan yang memberatkan pidana.
4. unsur melawan hukum yang obyektif.
5. unsur melawan hukum yang subyektif.
Unsur-unsur tindak pidana menurut P.A.F. Lamintang dan Franciscus Theojunior Lamintang:
1. unsur subjektif
2. unsur objektif
Unsur subjektif adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya, yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya.
Unsur objektif adalah unsur yang ada hubungannya dengan keadaan, yaitu di dalam keadaan mana tindakan dari si pelaku itu harus di lakukan
Unsur subjektif tindak pidana adalah:
1. kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa)
2. maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud di dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP.
3. macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat di dalam kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan, dan lain-lain.
4. merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti misalnya yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP.
5. Perasaan takut atau vress seperti yang terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.
Unsur objektif tindak pidana adalah:
1. sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid.
2. kualitas dari si pelaku, misalnya “keadaan sebagai seorng pegawai negeri” di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau “keadaan sebaga pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas” di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP.
3. kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.
Adapun unsur-unsur tindak pidana menurut Loebby Loqman sebagaimana dikutip oleh Erdianto adalah:
1. perbuatan manusia baik aktif maupun pasif.
2. perbuatan itu dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang.
3. perbuatan itu dianggap melawan hukum.
4. perbuatan tersebut dapat dipersalahkan.
5. pelakunya dapat dipertanggungjawabkan.
Sedengakan unsur-unsur tindak pidana menurut EY. Kanter dan SR. Sianturi sebagaiman dikutip oleh Erdianto adalah:
1. subjek.
2. kesalahan.
3. bersifat melawan hukum (dan tindakan)
4. suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang/perundang-undangan dan terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana.
5. waktu, tempat, dan keadaan (unsur objektif lainnya).
Dalam literatur kita mengenal istilah bestandeel dan element. Kedua istilah tersebut dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebgai unsur. Namun, ada perbedaan antara kedua istilah tersebut.
Perbedaan kedua istilah tersebut menuru Eddy O.S. Hiariej adalah: elemen-elemen dalam suatu perbuatan pidana adalah unsur-unsur yang terdapat dalam suatu perbuatan pidana. Unsur tersebut baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
Bestandeel mengandung arti unsur perbuatan pidana yang secra expressiv verbis tertuang dalam suatu rumusan delik atau perbuatan pidana.
Contoh unsur tindak pidana Pasal 338 KUHP, yang berbunyi “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.
Unsur delik dari pasal tersebut adalah:
1. unsur barang siapa.
2. unsur dengan sengaja.
3. unsur merampas.
4. unsur nyawa orang lain.
C. Jenis-Jenis Tindak Pidana
Jenis-jenis tindak pidana terdari dari
1.Tindak Pidana Kejahatan dan Tidak Pidana Pelanggaran
Dalam KUHP Indonesia, tindak pidana terbagi atas kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen). Tindak pidana kejahatan dimuat dalam Buku Kedua KUHP dan tindak pidana pelanggaran dimuat dalam Buku Ketiga KUHP.
Menurut M.v.T. (Smidt I hlm 3 dan seterusnya) sebagaimana dikutip oleh Moeljatno, pembagian antara kejahatan dan pelanggaran didasarkan atas perbedaan prinsipiil.
Disebutkan, bahwa kejahatan adalah perbuatan-perbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam undang-undang sebagai perbuatan pidana, telah dirasakan sebagai onrecht, sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum.
Pelanggaran sebaliknya, yaitu perbuatan-perbuatan yang sifat melawan hukumnya baru dapat diketahui setelah ada wet (undang-undang) yang menentukan demikian.
Adapun menurut Moeljatno, pembagian antara kejahatan dan pelanggaran didasarkan atas berat atau ringannya sanksi pidana. Hal ini karena sukarnya perbedaan antara kejahatan dan pelanggaran.
2. Delik Kesengajaan (Dolus) dan Delik Kealpaan (Culpa)
Dalam delik kesengajaan, diperlukan adanya kesengajaan pelaku agar dapat dipidana. Misalnya, Pasal 338 KUHP “Dengan sengaja menyebabkan matinya orang lain”.
Sedangkan delik kealpaan, orang sudah dapat dipidana bila kesalahannya itu berupaa kealpaan. Misalnya, Pasal 359 KUHP dapat dipidananya orang yang menyebabkan matinya orang lain karena kealpaannya.
3. Commissionis dan Delikta Commissionis
Commissionis adalah delik yang terdiri dari melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu perbuatan yang dilarang oleh aturan-aturan pidana. Misalnya, mencuri (Pasal 362), menggelapkan Pasal (372) dan menipu (Pasal 378).
Delikta commissionis adalah delik yang terdiri dari tidak berbuat atau melakukan sesuatu padahal seharusnya berbuat. Misalnya, delik yang dirumuskan dalam Pasal 164, mengetahui suatu permufakatan jahat. Untuk melakukan kejahatan yang disebut dalam Pasal 164, pada saat masih ada waktu untuk mencegah kejahatan , tidak segera melaporkan kepada instansi yang berwajib atau orang yang terkena.
Ada pula yang dinamakan delikta commissionis peromissionem commisa, yaitu delik-delik yang umumnya terdiri dari berbuat sesuatu, tetapi dapat pula dilakukan dengan tidak berbuat. Misalnya, seorang ibu yang merampas nyawa anaknya dengan cara tidak memberi makan pada anak itu.
4. Tindak Pidana Umum dan Tindak Pidana Khusus dan Tindak Pidana Politik
Tindak pidana umum adalah yang dilakukan oleh siapapun. Sebagian besar delik dalam KUHP Indonesia adalah tindak pidana umum.
Sedangkan tindak pidana khusus adalah delik yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang dengan kualifikasi tertentu. Misalnya, kejahatan jabatan yang diatur dalam KUHP.
Adapula yang mengatakan bahwa tindak pidana umum adalah seluruh tindak pidana yang terdapat dalam KUHP, sementara tindak pidana khusus adalah tindak pidana di luar KUHP yang di atur melalui undang-undang khusus.
Selain itu, juga dikenal tindak pidana politik. Tindak pidan politik dilakukan berdasarkan keyakinan menentang tertib hukum yang berlaku. Atau juga bisa dikatakan tindak pidana politik adalah suatu kejahatan yang berhubungan dengan politik.
Namun, istilah tindak pidana politik lebih dimaknai sebagai istilah sosiologis daripada yuridis.
5. Tindak Pidana Materiil dan Tindak Pidana Formil
Tindak pidana materil adalah tindak pidana yang menitik beratkan pada akibat. Contoh tindak pidana materiil, misalnya Pasal 338 KUHP, tindak pidana pembunuhan terjadi apabila si pelaku berhasil membuat korban meninggal dunia, namun jika korban tindak meninggal maka tindak pidana pembunuhan tidak terjadi, meskipun pelaku bertujuan untuk membunuh korban.
Tindak pidana formil adalah delik yang menitikberatkan pada tindakan. Contoh tindak pidana formil, misalnya, Pasal 362 KUHP, apabila seseorang telah mencuri sebuah HP, walaupun HP tersebut dikembalikan kepada pemiliknya, tindak pidan pencurian tetap terjadi.
6. Delik Abstrak dan Delik Konkret
Delik abstrak selalu dirumuskan secara formil kerana menimbulkan bahaya yang masih abstrak sehingga lebih menitikberatkan pada perbuatan. Misalnya penghasutan Pasal 160 KUHP. Akibat yang ditimbulkan dari penghasutan masih abstrak, karena orang yang dihasut belum tentu melakukan perbuatan yang diminta si penghasut.
Delik konkret tidaklah selalu dirumuskan secara meteriil, delik konkret bisa dirumuskan secara formil dan juga materiil. Delik konkret adalah delik yang menimbulkan bahaya secara langsung terhadap korban. Misalnya, pembunuhan, pencurian, penganiayaan, dan lain-lain.
7. Delik Merugikan dan Delik Menimbulkan Keadaan Bahaya
Delik merugikan atau menyakiti adalah delik dalam rangka melindungi suatu kepentingan hukum individu. Menurut sejarahnya, delik ini adalah delik yang paling tua, seperti arang membunuh, larangan mencuri, larangan memperkosa, larangan menganiaya dan lain sebagainya. delik-delik demikian dianggap merugikan atau menyakiti secara langsung.
Delik menimbulkan keadaan bahaya atau ancaman adalah delik yang tidak merugikan atau menyakiti secara langsung. Delik ini melarang suatu perilaku yang dapat menimbulkan ancaman atau keadaan bahaya. Misalnya. UU No. 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Yang Berkaitan Dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara.
8. Delik Berdiri Sendiri dan Delik Lanjutan
Pada hakikatnya semua delik adalah delik yang berdiri sendiri. Akan tetapi, dapat saja delik-delik yang berdiri sendiri dilakukan terus menerus dalam suatu rangkaian sehingga dipandang sebagai delik lanjutan.
Misalnya dicontohkan oleh Eddy O.S. Hiariej, seseorang yang ingin merenovasi rumahnya, ia kemudian mencuri beberapa sak semen di sebuah toko bangunan. Selang beberapa hari, ia kemudian mencuri pasir di toko bangunan tersebut. Tidak beberapa lama kemudian, orang tersebut kembali mencuri bahan bangunan di toko yang sama.
Kendatipun antara satu pencurian dengan pencurian yang lain merupakan delik berdiri sendiri, namun dilakukan dalam suatu rangkaian dan dianggap sebaga delik lanjutan karena tujuannya adalah untuk merenovasi rumah.
9.Delik Persiapan, Delik Percobaan, Delik Selesai, dan Delik Berlanjut
Delik persiapan adalah delik delik yang ditujukan untuk yang menimbulkan bahaya konkret tetapi tidak memenuhi unsur-unsur delik percobaan. Misalnya adalah Pasal 88 KUHP, yang merupakan delik persiapan.
Delik percobaan adalah delik yang sudah lebih mendekati rumusan delik yang dituju akan tetapi delik tersebut tidak selesai karena sesuatu yang terjadi diluar kehendak pelaku. Hal ini diatur dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP.
Delik selesai adalah setiap perbuatan yang telah memenuhi semua rumusan delik dalm suatu ketentuan pidana. Sedangkan delik-delik berlanjut adalah perbuatan yang menimbulkan suatu keadaan yang dilarang secara berlanjut. Misalnya adalah Pasal 333 ayat (1) KUHP dan Pasal 250 KUHP.
10. Delik Tunggal dan Delik Gabungan
Delik tunggal adalah delik yang pelakunya dapat dipidana hanya dengan satu kali saja melakukan perbuatan yang dilarang atau tidak melakukan perbuatan yang diwajibkan.
Secara objektif delik gabungan adalah delik yang terlihat dari perbuatan-perbuatan pelaku yang relevan satu sama lain, sedangkan secara subjektif delik gabungan tersebut memperlihatkan motivasi dari pelaku. Pasal 296 dan 379a KUHP.
Memudahkan perbuatan cabul, jika hanya sekali dilakukan, bukanlah suatu perbuatan pidana. Tindakan tersebut baru merupakan perbuatan pidana jika dilakukan terus menerus dan menjadikannya suatu kebiasaan.
11. Delik Biasa dan Delik Aduan
Delik biasa adalah delik yang dapat diproses secara hukum tanpa perlunya aduan terlebih dahulu.
Delik aduan adalah delik yang membutuhkan aduan terlebih dahulu agar dapat diproses. Contoh delik aduan adalah delik penghinaan.
12. Delik Sederhana dan Delik Terkualifikasi
Delik sederhana adalah delik dalam bentuk pokok sebagaimana dirumuskan oleh pembentuk undang-undang.
Misalnya, Pasal 372 KUHP, pasal ini adalah delik sederhana dari penggelapan.
Delik terkualifikasi adalah delik dengan pemberatan karena keadaan tertentu.
Misalnya, Pasal 374 KUHP, pasal ini adalah delik terkualifikasi yang biasanya dikenal dengan penggelapan dalam jabatan.
D. Tempat Tindak Pidana dan Waktu Tindak Pidana
1. Tempat Tindak Pidana
Berdasarkan keterangan pemerintah dalam buku Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia karya P.A.F. Lamintang dan Franciscus Theojunior Lamintang, locus delicti atau tempat tindak pidana adalah tempat di mana seorang pelaku itu telah melakukan kejahatannya dan bukan tempat di mana seorang pelaku tersebut telah menimbulkan suatu akibat.
2. Waktu Tindak Pidana
Tempus delicti atau waktu tindak pidana adalah seluruh waktu yang antara saat dimulainya sesuatu tindak pidana hingga saat tindak pidana tersebut selesai dilakukan oleh pelakunya.
Baca Juga : Asas-Asas Hukum Pidana
Referensi:
- Eddy O.S. Hiariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta.
- Erdianto Effendi, 2014, Hukum Pidana Indonesia Suatu Pengantar, Refika Aditama, Bandung.
- Moeljatno, 1983, Asas-Asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta.
- P.A.F. Lamintang dan Franciscus Theojunior Lamintang, 2016, Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.
Post a Comment