Jenis-Jenis Perikatan dalam Hukum Perikatan

Terdapat enam pembagian jenis-jenis perikatan dalam hukum perikatan. Berikut adalah enam pembagian dari jenis-jenis perikatan.

Jenis-Jenis Perikatan dalam Hukum Perikatan
 Jenis-Jenis Perikatan dalam Hukum Perikatan

Terdapat enam pembagian jenis-jenis perikatan dalam hukum perikatan. Berikut adalah enam pembagian dari jenis-jenis perikatan.

A. Perikatan Berdasarkan Sumbernya

1. Perjanjian sebagai sumber perikatan

Pasal 1233 KUH Perdata merumuskan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik kerena peretujuan, baik karena undang-undang.

Dalam hal ini pembuat undang-undang membedakan perikatan berdasarkan sumbernya. Di mana sumber perikatan yaitu persetujuan (perjanjian) dan undang-undang.

Contohnya adalah perjanjian jual beli. Di mana Pasal 1457 KUH Perdata merumuskan bahwa jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar sejumlah harga yang telah dijanjikan.

2. Undang-Undang sebagai sumber perikatan

Undang-undang sebagai sumber perikatan adalah perikatan itu lahir dari undang-undang. Di mana perikatan yang lahir dari undang-undang berbeda dengan perikatan yang lahir dari perjanjian.

Perikatan yang lahir dari undang-undang terjadi antara orang atau pihak yang satu dengan pihak lainnya, tanpa pihka-pihak yang bersangkutan menghendakinya atau bisa dikatakan tanpa memperhitungkan kehendak mereka.

Bahkan bisa saja terjadi perikatan timbul tanpa orang-orang/para pihak melakukan suatu perbuatan tertentu. Perikatan bisa lahir karena kedua pihak berada dalam keadaan tertentu atau mempunyai kedudukan tertentu.

Contoh perikatan yang lahir dari undang-undang dapat dilihat dalam Pasal 321 KUH Perdata yang berbunyi “tiap-tiap anak berwajib memberi nafkah kepada orang tuanya dan para keluarga sedarahnya dalam garis ke atas, apabila mereka dalam keadaan miskin”.

Di sini perikatan itu lahir kerana adanya suatu perintah dari undang-undang untuk memberi nafkah kepada orang tuanya. Bukan karana adanya kehendak antara kedua belah pihak.

B. Perikatan Berdasarkan Doktrin

1. Perikatan Perdata (Obligatio Civilis)

Perikatan perdata adalah perikatan yang memiliki akibat hukum atau yang dapat dituntut pemenuhan prestasinya dan pelaksanaannya dapat dituntut di depan pengadilan, dalam arti dapat dimintakan bantuan hukum untuk pelaksanaannya.

Contohnya perikatan yang timbul dari perjanjian jual-beli, sewa-menyewa dan utang-piutang.

2. Perikatan Alami (Obligatio Naturalis)

Perikatan alami adalah perikatan yang tidak dapat dituntut atau digugat pemenuhan prestasinya atau juga perikatan yang tidak mempunyai akibat hukum.

Dalam perikatan alami, sekali orang melunasi perikatan alami dengan sukarela, maka uang pelunasan itu tidak dapat dituntut kembali.

Contohnya, perikatan yang timbul dari perjudian dan pertaruhan (Pasal 178 KUH Perdata).

C. Perikatan Berdasarkan Isi Dari Prestasinya

1. Perikatan Positif dan Negatif

Perikatan positif adalah perikatan yang prestasinya berupa perbuatan nyata. Contohnya, memberi atau berbuat sesuatu.

Perikatan negatif adalah perikatan yang prestasinya berupa tidak berbuat sesuatu.

2. Perikatan Sepintas Lalu dan Berkelanjutan

Perikatan sepintas lalu adalah perikatan yang untuk pemenuhan perikatannya cukup hanya dilakukan dengan satu perbuatan saja dan dalam waktu yang singkat tujuan perikatan telah terpenuhi.

Perikatan berkelanjutan adalah perikatan di mana prestasinya bersifat terus-menerus dalam jangka waktu tertentu.

3. Perikatan Alternatif

Perikatan alternatif adalah suatu perikatan di mana debitur berkewajiban melaksanakan satu dari dua atau lebih prestasi yang dipilih. Artinya adalah jika salah satu prestasi telah dilaksanakan maka perikatan berakhir.

Pada perikatan alternatif ada satu perikatan dengan dua objek prestasi, tetapi pemenuhan yang satu membebaskan debitur dari kewajiban pemenuhan yang lain.

4. Perikatan Fakultatif

Perikatan fakultatif adalah suatu perikatan yang objeknya hanya berupa satu prestasi, dimana debitur dapat menggantikannya dengan prestasi lain.

Pada perikatan fakultatif ada satu perikatan dengan satu obyek prestasi, tetapi debitur beloh menggantikannya dengan objek tertentu lainnya, dan dengan pemenuhan salah satu dari beberapa objek yang ditentukan itu, debitur terbebas dari perikatannya.

Jika dalam perjanjian alternatif debitur diberi hak bebas memilih prestasi yang hendak dilaksanakannya, maka dalam perikatan fakultatif debitur mempunyai hak untuk menganti prestasi yang telah ditentukan dengan prestasi yang lain, bila debitur tidak mungkin menyerahkan prestasi yang telah ditentukan semula.

Pada perikatan fakultatif, jika karena keadaan memaksa prestasi primairnya tidak lagi merupakan objek perikatan, maka perikatannya menjadi hapus. Beriainan halnya pada perikatan alternatif, jika salah satu prestasinya tidak lagi dapat dipenuhi karena keadaan memaksa, maka perikatannya menjadi murni (tunggal). 

Contoh perikatan fakultatif: A berkewajiban untuk menyerahkan kuda, namun ia juga dibolehkan menyerahkan sapi dan penyerahan sapi membebaskan A dari kewajiban prestasinya. Dalam perikatan ini sebenarnya yang menjadi objek perikatan adalah kuda, tapi kepada debitur diberi kesempatan juga sebagai gantinya untuk menyerahkan sapi. 

Jika kudanya mati, maka A tidak berkewajiban untuk menyerahkan sapinya, karena objek perikatannya hanya satu dan kalau objek yang satu itu musnah maka perikatannya menjadi hapus, tetapi jika yang mati itu adalah sapinya maka ia tetap harus menyerahkan kudanya.

5. Perikatan Generik dan Spesifik 

Perikatan generik adalah perikatan yang objeknya ditentukan menurut jenis dan jumlahnya. Sedangkan perikatan spesifik adalah perikatan yang objeknya ditentukan secara terperinci. 

Arti penting perbedaan antara perikatan generik dan perikatan spesifik adalah : 

a. Resiko pada perikatan spesifik, sejak terjadinya perikatan barangnya menjadi tanggungan kreditur. Jadi jika bendanya musnah karena keadaan memaksa, maka debitur bebas dari kewajibannya untuk berprestasi (Pasal 1237 dan 1244 KUH Perdata). 

Resiko pada perikatan generik ditanggung oleh debitur. Sehingga jika barang yang ditentukan menurut jenisnya musnah karena keadaan memaksa, debitur harus menggantinya dengan barang yang sejenis. Mengenai resiko jual-beli barang spesifik dan generik diatur dalam Pasal 1460 dan 1461 KUH Perdata. 

b. Tempat Pembayaran Pasal 1393 KUH Perdata menentukan bahwa jika dalam perjanjian ditetapkan tempat pembayaran, maka pemenuhan prestasi mengenai barang tertentu harus dilaksanakan di tempat, dimana barang tersebut berada sewaktu perjanjian di buat. Pembayaran mengenai barang-barang generik harus dilakukan di tempat kreditur. 

6. Perikatan yang dapat dibagi-bagi dan yang tidak dapat dibagi-bagi

Suatu perikatan dapat dibagi atau tidak tergantung apakah prestasinya dapat dibagi-bagi atau tidak. 

Pasal 1299 KUH Perdata menentukan bahwa jika hanya ada satu debitur atau satu kreditur maka prestasinya harus dilaksanakan, walaupun prestasinya tidak dapat dibagi-bagi.

Baru timbul persoalan apakah perikatan dapat dibagi-bagi atau tidak jika para pihak atau salah satu pihak terdiri lebih dari satu subjek. 

Hal ini dapat terjadi jika debitur atau krediturnya meninggal dan mempunyai ahli waris lebih dari satu. Dapat juga terjadi jika sejak semula pada salah satu pihak sudah terdapat lebih dari satu subjek. 

Jika perikatan dapat dibagi-bagi, maka akibatnya adalah bahwa setiap debitur hanya dapat dituntut atau setiap kreditur hanya dapat menuntut bagiannya sendiri.

Akibat daripada perikatan yang tidak dapat dibagi-bagi, adalah bahwa kreditur dapat menuntut terhadap setiap debitur atas keseluruhan prestasi atau debitur dapat memenuhi seluruh prestasi kepada salah seorang kreditur, dengan pengertian bahwa pemenuhan prestasi menghapuskan perikatan. 

Perikatan yang tidak dapat dibagi-bagi dibedakan menjadi :

a. Menurut sifatnya (Pasal 1296 KUH Perdata) 

Perikatan tidak dapat dibagi-bagi, jika objek daripada perikatan tersebut yang berupa penyerahan sesuatu barang atau perbuatan dalam pelaksanaannya tidak dapat dibagi-bagi, baik secara nyata maupun secara perhitungan. Misalnya: tanaman, binatang, kursi tidak dapat dibagi-bagi. 

b. Menurut tujuan para pihak 

Perikatan tidak dapat dibagi-bagi, jika maksud para pihak bahwa prestasinya harus dilaksanakan sepenuhnya, sekalipun sebenarnya perikatan tersebut dapat dibagi-bagi. 

Perikatan untuk menyerahkan hak milik sesuatu benda menurut tujuannya tidak dapat dibagi-bagi, sekalipun menurut sifat prestasinya dapat dibagi-bagi. 

Contohnya penyerahan uang sejumlah Rp. 500.000,-, yang berdasarkan sifat prestasinya dimungkinkan untuk dibagi-bagi pelaksanaannya, namun ternyata jika maksud tujuan para pihak adalah untuk menyerahkan uang sejumlah Rp. 500.000,- secara sekaligus, maka perikatan yang demikian adalah perikatan yang tidak dapat dibagi-bagi.

D. Perikatan Berdasarkan Subyeknya 

1. Perikatan Tanggung Renteng atau Perikatan Tanggung Menanggung 

KUH Perdata tidak secara tegas memberikan rumusan atau definisi dari perikatan tanggung renteng atau perikatan tanggung menanggung. Namun demikian jika kita baca rumusan Pasal 1278 KUH Perdata yang berbunyi :

 “Suatu perikatan tanggung menanggung atau perikatan tanggung renteng terjadi antara beberapa kreditor, jika di dalam persetujuan secara tegas kepada masing-masing diberikan hak untuk menuntut pamenuhan seluruh utang, sedang pembayaran yang dilakukan kepada salah satu membebaskan debitor meskipun perikatan itu menurut sifatnya dapat dipecah dan dibagi di antara para kreditor tadi"

Dan Pasal 1280 KUH Perdata yang menyatakan bahwa: 

"Adalah terjadi suatu perikatan tanggung menanggung dipihaknya debitor, manakala mereka kesemuanya diwajibkan melakukan suatu hal yang sama, sedemikian bahwa salah satu dapat dituntut untuk seluruhnya, dan pemenuhan oleh salah satu membebaskan para debitor yang lainnya terhadap kreditor" 

Dapat ditarik kesimpulan bahwa ada dua macam perikatan tanggung menanggung, yaitu: 

a. Perikatan tanggung renteng atau perikatan tanggung menanggung yang bersifat aktif, yaitu suatu perikatan dengan lebih dari satu kreditor, dimana masing-masing kreditor berhak untuk menuntut pemenuhan perikatannya dari debitor, dan pemenuhan perikatan kepada salah satu kreditor adalah pemenuhan perikatan kepada semua kreditor; dan 

b. Perikatan tanggung renteng atau perikatan tanggung menanggung yang bersifat pasif, yaitu perikatan dengan lebih dari satu debitor, dimana masing-masing debitor dapat dituntut untuk memenuhi seluruh isi perikatannya oleh kreditor, dan pemenuhan perikatan oleh salah satu debitor adalah pemenuhan perikatan oleh semua debitor. 

2. Perikatan Pokok dan Accessoire 

Perikatan Pokok adalah perikatan antara debitor dan kreditor yang dapat berdiri sendiri dan memang biasanya berdiri sendiri, walaupun tidak tertutup kemungkinan adanya perikatan lain yang ditempelkan pada perikatan pokok tersebut. Misalnya perjanjian peminjaman uang. 

Perikatan Accessoir adalah perikatan antara debitor dan kreditor yang ditempelkan pada suatu perikatan pokok dan yang tanpa perikatan pokok tidak dapal berdiri sendiri. Timbul dan hapusnya bergantung pada adanya dan hapusnya perikatan pokok. Misalnya perjanjian gadai yang dikaitkan dengan hutang piutang dan sebagainya. 

E. Perikatan Berdasarkan Mulai dan Berakhirnya Perikatan 

1. Perikatan Bersyarat 

Perikatan bersyarat diatur dalam Pasal 1253 KUH Perdata, yang berbunyi "Suatu perikatan adalah bersyarat manakala ia digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan dating dan yang masih belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu, maupun secara membatalkan perikatan. menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut".

Perikatan bersyarat adalah perikatan yang lahirnya maupun berakhirnya (batalnya) digantungkan kepada suatu peristiwa yang belum dan tidak tentu akan terjadi.

Dari rumusan yang diberikan dalam Pasal 1253 KUH Perdata tersebut dapat diketahui bahwa KUH Perdata mengenal adanya dua macam syarat dalam perikatan.

Apabila suatu perikatan yang lahirnya digantungkan kepada terjadinya peristiwa itu dinamakan perikatan dengan syarat tangguh.

2. Perikatan dengan Ketetapan Waktu 

Perikatan dengan ketetapan waktu adalah perikatan yang pelaksanaannya ditangguhkan sampai pada suatu waktu ditentukan yang pasti akan tiba, meskipun mungkin belum dapat dipastikan kapan waktu yang dimaksudkan akan tiba. 

Demikianlah Pasal 1268 KUH Perdata menyatakan bahwa “Suatu ketetapan waktu tidak menangguhkan perikatan, melainkan hanya menangguhkan pelaksanaannya”.

Dengan demikian, perikatan dengan ketetapan waktu adalah perikatan sederhana yang berlaku seketika pada saat perikatan dibentuk, dengan pengertian bahwa kewajiban debitur sudah ada semenjak perikatan dibuat, hanya saja pelaksanaan kewajiban atau prestasi tersebut baru dilakukan pada suatu waktu yang ditentukan di masa yang akan datang.

F. Perikatan dengan Ancaman Hukuman

Pasal 1304 KUH Perdata memberikan pengertian perikatan dengan ancaman hukuman sebagai suatu perikatan yang menempatkan seseorang, sebagai jaminan pelaksanaan suatu perikatan, diwajibkan melakukan sesuatu, manakala perikatan tersebut tidak dipenuhi olehnya. 

Dari rumusan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa perikatan dengan ancaman hukuman adalah perikatan dimana ditentukan bahwa debitur akan dikenakan suatu hukuman apabila ia tidak melaksanakan perikatan. 

Penetapan hukuman ini sebetulnya sebagai ganti daripada penggantian kerugian yang diderita kreditur karena debitur tidak melaksanakan kewajibannya (Pasal 1307 KUH Perdata). 

Selain itu, untuk membebaskan kreditur dari pembuktian tentang besarnya kerugian yang diderita, sebab besarnya kerugian harus dibuktikan oleh kreditur.

Referensi:

  1. Maryati Bachtiar, 2007, Buku  Ajar Hukum Perikatan, Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Riau, Pekanbaru.

Post a Comment