Pengertian Hukuman Mati dan Cara Melaksanakan Hukuman Mati

Pengertian hukuman mati adalah suatu pidana berupa perampasan nyawa seseorang terpidana yang melakukan kejahatan tertentu berdasarkan putusan pengadil

Pengertian Hukuman Mati dan Cara Melaksanakan Hukuman Mati
Pengertian Hukuman Mati dan Cara Melaksanakan Hukuman Mati

Pengertian Hukuman Mati

Hukuman mati merupakan pidana paling berat yang diterima terpidana setelah hukuman penjara seumur hidup.

Jika hukuman penjara hanya merampas kemerdekaan kebebasan seseoran, hukuman mati justru merampas seluruh hak asasi manusia. Maka, tidak heran jika banyak orang yang mengatakan hukuman mati tidak perlu dilaksanakan.

Hukuman mati sebagai pidana terberat hanya dijatuhkan untuk tindak pidana tertentu saja, seperti makar, narkotika korupsi apabila kondisi tertentu terpenuhi.

Jadi pengertian hukuman mati adalah suatu pidana berupa perampasan nyawa seseorang terpidana yang melakukan kejahatan tertentu berdasarkan putusan pengadilan yang mana cara pelaksanaanya dapat berupa digantung, ditembak, disuntik, dan lain sebagainya hingga terpidana meninggal dunia.

Jika kita melihat sejarah pemberlakuan KUHP di Indonesia berdasarkan asas konkordansi, maka KUHP yang berlaku di Indonesia itu seharusnya sesuai dengan Wetboek van Starfrech (WvS) yang berlaku di negeri Belanda. Pidana mati telah tercantum sebagai pidana pokok sebagai urutan pertama dari pidana poko yang terdapat dalam KUHP.[1]

Pada saat WvS dibentuk tahun 1881, Belanda sudah tidak memberlakukan lagi pidana mati, karena sudah dihapus pada tanggal 17 September 1970 Nomor 182. Alasannya adalah pelaksanaan atau eksekusi pidana mati jarang dilakukan karena para terpidana mati hampir selalu mendapat pengampunan atau grasi dari raja.[2]

Cara Melaksanakan Hukuman Mati di Indonesia

Cara melaksanakan pidana mati dalam lingkungan peradilan umum diatur dalam Pasal 2 hinggan Pasal 16 UU No. 2 Pnps Tahun 1964, dengan ketentuan sebagai berikut:[3]

  1. Dalam jangka waktu tiga kali dua puluh empat jam sebelum pidana mati itu dilaksanakan, jaksa tinggi atau jaksa yang bersangkutan harus memberitahukan kepada terpidana tentang akan dilaksanakannya pidana mati tersebut. Apabila terpidana berkeinginan untuk mengemukakan sesuatu, maka keterangan atau pesannya itu diterima oleh jaksa tinggi atau oleh jaksa tersebut.
  2. Apabila terpidana merupakan seorang wanita yang sedang hamil, maka pelaksanaan dari pidana mati itu harus ditunda hingga anak yang dikandungnya itu lahir.
  3. Tempat pelaksanaan pidana mati ditentukan oleh Menteri Kahakiman (Menteri Hukum dan HAM), yakni di daerah hukum dari pengadilan tingkat pertama yang telah memutuskan pidana mati yang bersangkutan.
  4. Kepala Polisi dari daerah yang bersangkutan bertanggungjawab mengenai pelaksanaan dari pidana mati tersebut setelah mendengar nasehat dari jaksa tinggi atau dari jaksa yang telah melakukan penuntutan pidana mati pada peradilan tingkat pertama.
  5. Pelaksanaan pidana mati itu dilakukan oleh suatu regu penembak polisi di bawah pimpinan seorang perwira polisi.
  6. Kepala Polisi dari daerah yang bersangkutan atau perwira yang ditunjuk harus menghadiri pelaksanaan dari pidana mati itu, sedang pembela dari terpidana atas permintaanya sendiri atau atas permintaan dari terpidana dapat menghadirinya.
  7. Pelaksanaan pidana mati itu tidak boleh dilakukan di depan umum.
  8. Penguburan jenazah terpidana diserahkan kepada keluarga atau kepada sahabat-sahabat terpidana, dan harus dicegah dari pelaksanaan dari penguburan yang sifat demonstratif, kecuali demi kepentingan umum maka Jaksa Tinggi atau jaksa yang bersangkutan dapat menentukan lain.
  9. Setelah pelaksanaan dari pidana mati itu selesai dikerjakan, maka jaksa tinggi atau jaksa yang bersangkutan harus membuat berita acara mengenai pelaksanaan dari pidana mati tersebut, dimana isi dari berita acara tersebut kemudian harus dicantumkan di dalam Surat Keputusan dari pengadilan yang bersangkutan.

Sebenarnya dalam KUHP, untuk eksekusi mati dilakukan oleh Algojo di tempat gantungngan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri.

Namun dengan adanya UU No. 2 Pnps Tahun 1964, cara tersebut di atas tidak berlaku lagi.

Jenis Pelaksanaan Pidana Mati

Adapun jenis pelaksanaan pidana mati yaitu sebagai berikut:[4]

  1. Digantung;
  2. Diikat di tiang dan dibakar sampai mati;
  3. Kursi listrik;
  4. Kamar gas;
  5. Dirajam;
  6. Diikat kaki dan tangannya pada empat ekor kuda yang di suruh berlari keempat jurusan yang berbeda;
  7. Potong leher dengan pisau besar (guilotine);
  8. Dimasukan ke liang/sarang singa, harimau atau serigala yang kelaparan.

Hingga saat ini banyak perdebatan pro atau kontra tentang pemberlakuan pidana mati. Hal ini karena pidana mati merupakan hukuman yang sangat kejam selain itu ada pandangan yang beranggapan bahwa mencabut nyawa seseorang bukan merupakan hak manusia melainkan hak Tuhan. Selain itu, ada juga pendapat yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk hidup (HAM), sehingga selayaknya hukuman mati ditiadakan.

Ada juga yang setuju dengan pidana mati diberlakukan, hal ini kerana mengingat perbuatan yang telah dilakukan oleh terpidana. Misalnya seorang yang melakukan kejahatan kemanusian atau seorang pelaku terorisme yang menyebabkan korban meninggal dunia tentu hukuman matilah yang tepat untuk para pelaku kejahatan tersebut.

Negara-negara saat ini sudah mulai meninggalkan pidana mati, namun, masih ada negara-negara yang masih menerapkan hukuman mati seperti Cina, Arab dan Indonesia.

Referensi:

  1. P. A. F. Lamintang, 1984,Hukum Penitensier Indonesia, Armico, Bandung.
  2. Tina Asmarawati, 2014, Pidana Dan Pemidanaan dalam Sistem Hukum Di Indonesia(Hukum Penitensier), Deepublish, Yogyakarat.


[1] P. A. F. Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, Armico, Bandung: 1984, hlm. 49.
[2] Ibid.
[3] Ibid., hlm. 51-52.
[4] Tina Asmarawati, Pidana Dan Pemidanaan dalam Sistem Hukum Di Indonesia(Hukum Penitensier), Deepublish, Yogyakarat: 2014, hlm. 113.

Post a Comment