Dalam hukum Islam kita mengenal istilah jinayah. Jinayah dalam hukum Islam diartikan sebagai tindak pidana (delik jarimah) yang berarti perbuatan-perbuatan yang dilarang Syara’ yang diancam oleh Allah dengan hukuman hudud, qisahash, diyat, atau ta’zir. Larangan-larangan Syara’ tersebut adakalanya berupa mengerjakan perbuatan yang dilarang atau meninggalkan perbuatan yang diperintahkan. Adapun yang dimaksud dengan kata syara adalah suatu perbuatan baru dianggap tindak pidana apabila dilarang oleh Syara’. (Lubis dan Ritonga, 2016: 1).
Para fuqaha menggunakan kata jinayah dengan maksud jarimah. Kata jinayah merupakan bentuk verbal noun (masdar) dari kata jana. Secara etimologi, kata jana berarti berbuat dosa atau salah, sedangkan jinayah diartikan perbuatan dosa atau perbuatan salah. Kata jana juga berarti memetik buah dari pohonnya. Orang yang berbuat jahat disebut jani dan orang yang dikenai perbuatan disebut mujna ‘alaih. Kata jinayah dalam istilah hukum sering disebut sebagai tindak pidana atau delik. (Lubis dan Ritonga, 2016: 1-2).
Secara terminologi, kata jinayah memiliki pengertian sebagaimana diungkapkan Imam al-Mawardi yakni “jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Syara’ yang diancam oleh Allah dengan hukuman hadd atau ta’zir”. Dalam istilah lain, jarimah disebut juga jinayah. Menurut Abdul Qadir Audah pengertian jinayah adalah suatu istilah untuk perbuatan yang dilarang oleh Syara’, baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta, dan lainnya”. (Lubis dan Ritonga, 2016: 2).
Berdasarkan pengertian di atas, maka pengertian jinayah atau jarimah tidak berbeda dengan pengertian tindak pidana (peristiwa pidana), delik dalam hukum positif (pidana). Dalam pembagian jenis jarimah yang paling penting adalah ditinjau dari segi hukumannya. Jarimah ditinjau dari segi hukumannya terbagi dalam tiga bagian, yaitu jarimah hudud, jarimah qishash dan diyat, serta jarimah ta;zir. (Lubis dan Ritonga, 2016: 2).
Sehingga dapat diberikan pengertian jinayah adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh Syara' dan diancam oleh Allah dengan hukuman. Jinayah juga dapat dipersamakan dengan istilah delik atau tindak pidana dalam hukum pidana.
Qishash
Berdasarkan kamus Munawwir, secara literal qishash adalah turunan dari kata qashsha yang berarti menggunting, mendekati, menceritakan, mengikuti (jejak), dan membalas. Adapun menurut istilah Ibnu Manzur dalam Lisan al-Arab yang dimaksud qishash adalah suatu hukuman yang ditetapkan dengan cara mengikuti bentuk tindak pidana yang dilakukan seperti membunuh dibalas dengan membunuh. (Lubis dan Ritonga, 2016: 2-3).
Kalau al-Dhahar mengartikan qishash sebagai menghukum pelaku kriminal yang melakukannya dengan sengaja, seperti pembunuhan, melukai atau memotong anggota tubuh dan semisalnya, dengan hukuman yang sama dengan kriminalnya. (Lubis dan Ritonga, 2016: 3).
Diyat
Kata diyat secara etimologi berasal dari kata wada-yadi-wadayan-diyatan yang berarti mengalir. Akan tetapi, jika yang digunakan adalah kata ashdar (diyat) berarti membayar harta tebusan yang diberikan kepada korban atau walinya dengan sebab tindak pidana penganiayaan (jinayat). (Lubis dan Ritonga, 2016: 3).
Adapun secara terminologi, syariat adalah harta yang wajib dibayar dan diberikan oleh pelaku jinayat kepada korban atau walinya sebagai ganti rugi, disebabkan jinayat yang dilakukan oleh pelaku kepada korban. (Lubis dan Ritonga, 2016: 3).
Hudud
Kata hudud merupakan kata jamak (plural) dari kata hadd yang berati batas. Secara etimologis, hudud berarti larangan. Adapun secara terminologis, hudud adalah hukuman yang telah ditentukan dan ditetapkan Allah di dalam Al-Quran atau hadis. Hukuman hudud ini adalah hak Allah, yang tidak boleh ditukar atau diganti hukumannya dan tidak boleh diubah. Hukuman hudud tidak boleh dimaafkan oleh siapa pun. Mereka yang melanggar aturan-aturan hukum Allah, yang telah ditentukan dan ditetapkan Allah/Rasul-Nya yang disebutkan di dalam Al-Quran/hadis adalah termasuk dalam golongan orang-orang yang zalim. (Lubis dan Ritonga, 2016: 3-4).
Uqubat
Uqubat adalah hukuman yang dijatuhkan oleh hakim terhadap terjadinya pelanggaran jarimah atau jinayah. Definisi uqubat menurut QHAJ adalah balasan atas keburukan atau sanksi atas kemaksiatan atau kejahatan (jarimah). Para fuqaha mendefinisikan uqubat sebagai balasan yang dijatuhkan pada orang yang melakukan kejahatan ats dosa yang dia lakukan sebagai sanksi atas dirinya dan pencegahan atau penghalang untuk orang lain dari tindak kejahatan. (Lubis dan Ritonga, 2016: 4).
Ta’zir
Ta’zir adalah jenis uqubat pilihan yang telah ditentukan dalam qanun yang bentuknya bersifat pilihan dan besarannya dalam batas tertinggi dan/atau terendah. Menurut al-Mawardi dalam kitab al-Ahkam al-Sulthaniyah, ta’zir adalah pengajaran terhadap pelaku dosa-dosa yang tidak diatur oleh hudud. Menurutnya ta;zir sama dengan hudud dari satu sisi, yaitu sebagai pengajaran untuk menciptakan kesejahteraan dan untuk melaksanakan ancaman yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan dosa yang dikerjakan. (Lubis dan Ritonga, 2016: 4).
Unsur-Unsur Jarimah/Jinayah/Tindak Pidana
Ditinjau dari unsur-unsur jarimah, objek utama kajian fiqh jinayah dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu al-rukn al-syar’i atau unsur formil, al-rukn al-madi atau unsur materiil, dan al-rukn al-adabi atau unsur moril. (Irfan dan Masyrofah, 2013: 2).
Al-Rukn Al-Syar’i Atau Unsur Formil
Adalah unsur yang menyatakan bahwa seseorang dapat dinyatakan sebagai pelaku jarimah jika ada undang-undang yang secara tegas melarang dan menjatuhkan sanksi kepada pelaku tindak pidana. (Irfan dan Masyrofah, 2013: 2).
Al-Rukn Al-Madi Atau Unsur Materiil
Unsur yang menyatakan bahwa seseorang dapat dijatuhkan pidana jika ia benar-benar terbukti melakukan sebuah jarimah, baik yang bersifat positif (aktif dalam melakukan sesuatu) maupun yang bersifat negatif (pasif dalam melakukan sesuatu. (Irfan dan Masyrofah, 2013: 2).
Al-Rukn Al-Adabi Atau Unsur Moril.
Unsur yang menyatakan bahwa seseorang dapat dipersalahkan jika ia bukan orang gila, anak di bawah umur, atau sedang berada di bawah ancaman. (Irfan dan Masyrofah, 2013: 3).
Baca Juga :
Referensi:
- M. Nurul Irfan dan Masyrofah, 2013, Fiqh Jinayah, Amzah, Jakarta.
- Zulkarnain Lubis dan Bakti Ritonga, 2016, Dasar-Dasar Hukum Acara Jinayah, Kencana, Jakarta.
Post a Comment