Eksepsi dalam Pengadilan Perkara Pidana

1. Kompetensi Pengadilan 2. Syarat Formil dan Syarat Materiel Surat Dakwaan 3. Perkara itu telah nebis in idem (Pasal 76 KUHAP). 4. Perkara yang sama

eksepsi-dalam-pengadilan-perkara-pidana
Eksepsi atau tangkisan exeptie (Belanda)/exceptin (Inggris) dapat diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya pada saat selesai pembacaan surat dakwaan oleh penuntut umum, hal ini dimungkinkan karena sebelum persidangan dimulai, maka pada saat penyampaian surat panggilan juga dilampirkan surat dakwaan penuntut umum.

Akan tetapi, hakim dapat memberikan kesempatan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya agar membuat dan menyusun eksepsi atau tangkisan atas surat dakwaan penuntut umum, dan segara dibacakan pada sidang berikutnya (sidang II).

Di dalam Pasal 156 KUHAP disebutkan bahwa apabila terdakwa atau penasehat hukumnya setelah mendengar isi surat dakwaan berhak mengajukan keberatan (eksepsi) atas surat dakwaan tersebut.

Eksepsi tersebut diajukan sebelum pengadilan memeriksa pokok perkaranya, jadi, diajukan pada kesempatan sidang pertama.

Sedangkan yang menjadi tujuan dari eksepsi adalah untuk menghemat tenaga dan waktu bersidang. Jika surat dakwaan perkara dapat diketahui bahwa perkara dapat diputus atas dasar dakwaan itu (tanpa pemeriksaan sidang) maka perkara itu harus diputus tanpa pemeriksaan sidang.

Eksepsi juga mempunyai fungsi lain, di dalam eksepsi advokat dapat memberi pengarahan atau penjelasan-penjelasan, apa dan bagaimana sifat perkara itu yang sebenarnya. Terutama yang belum dimuat di dalam surat tuduhan dan di dalam berkas pemeriksaan pendahuluan.

Pengertian Eksepsi dalam Perkara Pidana

Menurut Erdianto, Eksepsi adalah keberatan yang diajukan oleh terdakwa terhadap formalitas surat dakwaan.

Adapun menurut Andi Sofyan dan Abd. Asis, “eksepsi atau tangkisan terdakwa atau penasihat hukum adalah suatu jawaban atau tanggapan terhadap dakwaan penuntut umum.”

Renowulan Sutantio mengatakan “eksepsi adalah suatu jawaban yang tidak mengenai pokok perkara.”

Sedangkan menurut J.C.T Simorangkir, “exceptie atau tangkisan, penolakan yang berisikan agar supaya pengadilan tidak dapat menerima atau menyatakan tidak berwenang untuk memeriksa perkara yang diajukan.”

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengertian eksespi dalam perkara pidana adalah tangkisan atau jawaban terdakwa atau penasihat hukumnya, terhadap dakwaan penuntut umum yang tidak mengenai pokok perkara, agar pengadilan tidak dapat menerima atau menyatakan tidak berwenang untuk memeriksa perkara yang diajukan.

Akibat Suatu Eksepsi

Akibat suatu eksepsi yang diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukum sangat penting, karena dengan mengeksepsi surat dakwaan yang dibuat oleh penuntut umum dapat berakibat:

  1. Surat dakwaan yang dibuat oleh penuntut umum, dinyatakan “tidak dapat diterima” (Pasal 143 ayat (2) huruf a KUHAP).
  2. Surat dakwaan yang dibuat oleh penuntut umum, dinyatakan “batal demi hukum” (Pasal 143 ayat (3) KUHAP).
  3. Surat dakwaan yang dibuat oleh penuntut umum, “dinyatakan ditolak.”
  4. Perkara dinyatakan sudah “nebis in idem.”
  5. Pengadilan menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili perkara tersebut, karena menjadi wewenang pengadilan lain atau pengadilan negeri yang lain (kompetensi absolut dan relatif dari pengadilan).
  6. Penuntutan dinyatakan “telah kadaluwarsa”.
  7. Pelaku tindak pidana dinyatakan tidak dapat dipertanggungjawabkan (Pasal 14 KUHAP).

Alasan atau Dasar Eksepsi

Alasan atau dasar eksepsi diatur dalam ketentuan Pasal 143 ayat (2) KUHAP dan Pasal 148 KUHAP, yaitu sebagai berikut:

1. Kompetensi Pengadilan
a. Eksepsi Absolut

Kompentensi absolut adalah menyangkut kewenangan dari jenis pengadilan yang berwenang untuk mengadili perkara. Misalnya, apakah merupakan kewenangan peradilan umum (pengadilan negeri), pengadilan agama, peradilan tata usaha negara, dan peradilan militer.

b. Eksepsi Relatif

Eksepsi relatif menyakut wilayah hukum atau yurisdiksi pengadilan mana yang berwenang mengadili perkara itu. Misalnya apakah Pengadilan Negeri Pekanbaru atau Pengadilan Negeri Pelalawan.

2. Syarat Formil dan Syarat Materiel Surat Dakwaan
a. Syarat Formil

Eksepsi ini menyangkut surat dakwaan penuntut umum yang tidak memenuhi syarat formil. Seperti, penuntut umum di dalam membuat surat dakwaan tidak memberi tanggal dan tidak ditandatangani serta tidak memuat secara lengkap tentang nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal/alamat, agama dan pekerjaan tersangka (Pasal 143 ayat (2) huruf (a) KUHAP.

Dengan demikian, surat dakwaan penuntut umum menimbulkan error of subjektum, sehingga dapat dibatalkan oleh hakim dan/atau dinyatakan tidak dapat diterima.

b. Syarat Materiel

Syarat materiel termuat dalam Pasal 143 ayat (2) huruf (b) KUHAP, bahwa surat dakwaan berisi : uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan denga menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.

3. Perkara itu telah nebis in idem (Pasal 76 KUHAP).

4. Perkara yang sama sedang diadili di pengadilan negeri lain atau sedang dalam tingkat banding atau kasasi.

5. Terdakwa tidak dapat dipertanggungjawabkan (Pasal 44 KUHAP).

6. Dakwaan penuntut umum kabur (obscuur libel).

7. Penuntutan telah kedaluwarsa (Pasal 74 KUHAP).

Dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP, disebutkan hal-hal yang dapat digunakan sebagai alasan untuk mengajukan eksepsi yaitu :

  1. Bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya.
  2. Bahwa surat dakwaan tidak dapat diterima.
  3. Bahwa surat dakwaan harus dibatalkan.

Apabila terdakwa atau penasihat hukumnya mengajukan keberatan, maka kepada penuntut umum diberi kesempatan untuk menyatakan pendapatnya. Setelah hakim mendengar pendapat penuntut umum, kemudian hakim mempertimbangkan keberatan tersebut dan selanjutnya memberikan keputusan:

  1. Menerima keberatan yang diajukan oleh terdakwa, berarti perkaranya tidak diperiksa lebih lanjut.
  2. Tidak menerima keberatan yang diajukan oleh terdakwa, berarti perkaranya dapat diperiksa.
  3. Keberatan terdakwa tersebut baru dapat diputus setelah perkara selesai diperiksa, berarti perkara tersebut harus diperiksa barulah diputus.

Selanjutnya, dalam Pasal 156 ayat (3) KUHAP disebutkan apabila pengadilan negeri menerima eksepsi terdakwa, maka penuntut umum berhak mengajukan perlawanan atas putusan pengadilan tersebut.

Perlawanan penuntut umum tersebut diajukan kepada pengadilan tinggi melalui pengadilan negeri setempat. Jika pengadilan tinggi menerima keberatan yang diajukan terdakwa, maka dalam waktu 14 (empat belas) hari pengadilan tinggi dengan suatu surat penetapan membatalkan putusan pengadilan negeri, dan memerintahkan pengadilan negeri yang berwenang untuk memeriksa perkara tersebut (Pasal 156 ayat (4) KUHAP).

Eksepsi ini juga dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan pemeriksaan banding (Pasal 156 ayat 5 huruf (a) KUHAP). Dalam hal ini jika pengadilan tinggi berpendapat sama dengan terdakwa, maka dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak perkara diterima oleh pengadilan tinggi, melalui suatu keputusan pengadilan tinggi membatalkan putusan pengadilan negeri dan menunjuk pengadilan yang berwenang terhadap perkara terebut.

Selanjutnya, keputusan pengadilan tinggi itu dikirimkan kepada pengadilan negeri yang berwenang, dan pengadilan negeri yang sebelumnya memeriksa perkara tersebut juga dikirim putusan pengadilantinggi disertai berkas perkara.

Kemudian, dikirim kepada kejaksaan yang melimpahkan perkara itu. Sekalipun tidak ada perlawanan yang diajukan oleh terdakwa hakim ketua sidang karena jabatannya setelah mendengar pendapat penuntut umum da terdakwa, dapat menyatakan pengadilan tidak berewenang dangan suatu penentapan (Pasal 156 ayat (7) KUHAP.

Waktu Pengajuan Eksepsi

Untuk mengajukan eksepsi , terdakwa atau penasihat hukum hendaknya memperhitungkan untung ruginya, seperti apakah dengan diajukan eksepsi akan menguntungkan atau merugikan bagi terdakwa (klien).

Dalam pengajuan eksepsi pada prinsipnya diajukan di sidang pengadilan setelah penuntut umum membacakan dakwaannya, akan tetapi menurut Retnowulan Sutantio dan Oerip Kartawinata Iskandar sebagaiman dikutip oleh Andi Sofyan dan Abd. Asis, bahwa “eksepsi absolut dapat diajukan setiap waktu persidangan” jadi selama belum pembacaan putusan hakim.

Kesimpulan

Eksepsi, tangkisan atau jawaban dalan pengadilan perkara pidana dapat diajukan jika menyangkut kewenangan absolut/relatif pengadilan, surat dakwaan tidak memenuhi syarat formil dan meteriel, perkara itu telah nebis in idem, perkara yang sama sedang diadili di pengadilan negeri lain atau sedang dalam tingkat banding atau kasasi, terdakwa tidak dapat dipertanggungjawabkan, dakwaan penuntut umum kabur (obscuur libel), penuntutan telah kedaluwarsa.

Referensi :

  1. Andi Sofyan dan Abd. Asis, 2015, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Kencana, Jakarta.
  2. Tri Astuti Handayani, 2018, Hukum Acara Pidana Suatu Erientasi Wewenang Pengadilan Untuk Mengadili, Nusa Media, Bandung.
  3. Erdianto Effendi, 2021, Hukum Acara Pidana Perspektif KUHAP dan Peraturan Lainnya, Refika Aditama, Bandung.

Post a Comment